Senin, 06 Februari 2012

MENDIRIKAN INDONESIA MERDEKA

Salamudin Daeng
 Peneliti Institute Global Justice
 
Setiap bangsa membutuhkan waktu yang lama untuk dapat berdiri kokoh, AS membutuhkan waktu sedikitnya 70 tahun untuk menkonsolidasikan dirinya menjadi imperialis yang kuat. China yang selama ber abad-abad jatuh bangun dalam perang saudara, pemberontakan dan agresi bangsa lain, yang menjadikannya tumbuh sebagai bangsa yang merdeka dan besar besar seperti sekarang ini. 

Bangsa Indonesia juga demikian, proses membangun bangsa ini telah lebih dari 100 tahun. Boedi Utomo1908, Sumpah Pemuda1928, Proklamasi kemerdekaan 1945, kudeta kontroversial 1965, penggulingan otoritarianisme 1998, adalah serangkain peristiwa penting yang menetukan jalannya sejarah Republik Indonesia menuju bangsa yang besar.
Pengalaman Indonesia selama 350 tahun dalam tekanan kolonialisme, tentu memberi pelajaran yang berharga. Proses menuju kemerdekaan yang memakan korban jutaan jiwa adalah pengalaman yang tak mungkin terlupakan. Proses ini tidak akan berhenti, karena kemerdekaan adalah jembatan emas. Tidak peduli meskipun akan memakan banyak korban lagi. 

Tidak ada yang lebih besar dari tugas meraih kemerdekaan, tidak ada pekerjaan yang lebih sulit dari membebaskan diri dari tekanan imperialisme, yang menjadi hukum sejarah manusia.Tidak semua orang suka dengan jalan sejarah yang sulit, tidak semua orang mau terlibat dalam perlawanan yang melelahkan. 

Sebagian besar orang ingin damai, hidup tenang, tanpa konflik dan pertikaian, baik secara internal maupun terhadap pihak asing. Namun tidaklah demikian fakta sejarah. Suka atau tidak suka hidup adalah persaingan dan pertarungan. Jika tidak menyerang, maka patilah akan diserang. Jika tidak melawan pastilah akan tenggelam dalam lumpur pekat penindasan selama-lamanya. 

Untuk dapat bertahan suatu bangsa harus membangun benteng yang kokoh, memperkuat palsafah hidup, mengkonsolidasikan segenap kekuatan internal dan unifikasi teritorialnya, membentuk negara diatas konstitusinya yang tangguh. Dengan cara demikian ia akan selamat gejolak dari dalam dan tekanan apapun yang datang dari luar. 

Pengalaman bangsa-bangsa di Asia Tengah dapat menjadi contoh penting, betapa sulitnya mereka mempertahankan eksistensinya dari invasi imperialistik kapitalisme. Negara-negara Arab berada dibawah tekanan yang hebat hingga hari ini. Palestina terancam lenyap sebagai sebuah bangsa, Irak telah dibubarkan dengan paksa melalui agresi sekutu, Iran hendak dilenyapkan melalui propaganda hipokrit AS. 

Demikian pula pengalam bangsa-bangsa di Afrika yang dimusanakan perlahan-lahan oleh perang saidara, penyakit dan kelaparan yang kesemuanya merupakan tanda sejarah bahwa untuk bertahan hidup maka suatu bangsa harus memperkuat diri dalam menghadapi ganasnya gelombang pertarungan. Jika tidak maka ia akan musnah. 

Soekarno menggambarkan bahwa ganasnya gelombang sejarah adalah medan pertarungan menjadi bangsa yang besar. Ia mengatakan bahwa bangsa yang besar dikahirkan oleh dinamika politik yang hebat demikian pula sebaliknya bangsa yang kerdil dilahirkan oleh situasi yang serba nyaman dan adem ayem. Bung Karno mengibaratkan situsi adem ayem ini hanya ada di negerinya “bathara guru” suatu tempat yang hanya ada dalam imajinasi para pemimpi. 

Pendiri bangsa menyadari benar bahwa masalah Indonesia tidak akan berhenti setelah proklamasi kemerdekaan. Imperialisme akan kembali dan telah kembali dengan segala macam cara untuk menguasasi negeri ini. Itulah mengapa berkali-kali dalam sebagian besar pidatonya Bung Karno mengatakan wasapada nekolim..sekali lagi waspada nekolim. Itulah mengapa api harus dinyalakan dan semangat perlawanan harus tetap dikobarkan.
Jangan Sampai Bubar 

“Media massa yang menggambarkan bahwa seoala-olah negara ini mau bubar”. demikian keluhan SBY menanggapi pemberitaan berbagi media massa dalam beberapa waktu terakhir.
Apa yang menjadi kekuatiran media massa nasional patut di apresiasi, karena memang demikianlah kondisi obyektifnya. Meskipun oleh pemerintahan SBY keadaan tersebut tidak terlihat dikarenakan berbagai keterbatasan pengetahuannya. Itu juga wajar karena SBY juga manusia. 

Namun perlu dijelasakn lebih lanjut oleh media massa bahwa negara kesutuan republik Indonesia terancam lenyap eksistensinya secara politik ekonomi dan kebudayaan. Bangsa ini semakin kehilangan supremasinya mengatur dirinya sendiri, kehilangan hak atas kekayaannnya sendiri, dan semakin jauh dari jati dirinya dan terjebak meniru-niru adapt bangsa lain secara membabi buta. Indonesia terancam bubar dalam usianya yang relative muda, 65 tahun. 

Seluruh UU dan kebijakan yang lahir di negeri ini dibuat oleh pihak asing. Proses ini berlangsung melalui dua cara yaitu ratifikasi terhadap hasil perundingan dan perjanjian internasional dan diadipsinya berbagai hasil perjanjian tersebut dalam hukum positif nasional secara subversive. 

Tanah, kekayaan alam, telah sepenuhnya dibawah control modal asing, lebih dari 175 juta hektar lahan dikuasai oleh penanaman modal besar, dan sebagian besar adalah modal asing. Sebanyak 85 persen kekayaan migas dikuasai asing, 75 persen kekayaan batubara dan perkebunan dikuasasi asing, 100 persen hasil tambang dikontrol modal asing, 60-70 persen kekayaan perbankkan dikuasasi asing. Apa yang didapat oleh bangsa Indonesia hanyalah beban utang yang mencapai 1600 trilun dan kerusakan lingkungan yang secara perlahan-lahan memusnahkan kehidupan di negeri ini. 

Diatas dominasi dan ekploitasi bangsa lain, elite politik Indonesia semaki kehilangan kepercayaan diri alias minder. Mereka terjebak dalam pragmatisme, tidak dapat mengeli masalahnya dan menemukan orientasi kebangsaannya. Seperti orang mabuk limbung dalam badai globalisasi. 

Meski kondisi bangsa telah sampai pada tingkat yang menghawatirkan, seluruh anggota parlemen dan mereka yang ada dalam birokrasi kekuasaan saat ini jika ditantang melakukan tidakan-tindakan radikal dalam menyelamatkan Indonesia dari ancaman bubar, selalu mengeluarkanstatemen keputusasaan. Tidak tahu, tidak sanggup, kalah. Lalu tanggung jawab ini mau diserahkan pada siapa? Dan mengapa mereka masih disana dan tidak mundur?
Pemuda Ambil Alih
Satu hal yang sangat terasa dalam seluruh proses sejarah yang sebagian dilalui dengan berdarah-darah adalah semangat untuk mendirikan Indonesia yang bebas dari segala belenggu kolonialisme dan imperialisme. 

Semangat itu yang tetap terpatri dalam jiwa pemuda-pemuda Indonesia yang selalu memaikan peran penting dalam seluruh proses medirikan negara ini.
Mengapa pemuda? Mengapa bukan kaum bangsawan atau klas menengah seperti Eropa, bukan klas pekerja seperti di Rusia? atau laskar kaum tani seperti dalam pengalaman sejarah bangkitnya China..? 

Para pemuda Indonesia telah lahir sebagai suatu entitas sendiri sejak awalnya. Mereka adalah tentara dalam kekeluargaan yang merupakan struktur tertendah dalam sistem sosial masyarakat Indonesia. Keluarga inilah yang selalu berhadapan dengan tekanan, penindasan imperialisme, neoliberalisme dan otortarianisme. Dari keluargaan inilah lahir pemuda, yang setia menjaga keluarga dan negaranya dari segala ancaman penindasan. 

Beban sejarah pemuda berubah dalam setiap jamannya. Tidak berkurang namun terus bertambah dari waktu ke waktu. Tugas mendirikan Indonesia merdeka diatas tiga pilar utama, berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi dan berkerpibadian secara kebudayaan, adalah tugas terberat saat ini. Tugas ini tentu lebih berat dari apa yang pernah diemban oleh angkatan-angkatan sebelumnya. Mengapa demikian? Pemuda tidak hanya berhadapan dengan ganasnya nekolim tapi sekaligus busuknya politik internal. 

Namun demikianlah adanya, seperti itulah aturan sejarah. Tugas pemuda hanyalah mengukuti jalannya sejarah. Kerana Indonesia yang merdeka tidaklah dididikan untuk satu hari lamanya atau untuk sewindu lamanya. Indonesia merdeka didirikan untuk selama-lamanya dan hanya pemuda Indonesia yang dapat mengemban tugas ini..!. 

Sumber : http://petisi28.blogspot.com/2010/08/mendirikan-indonesia-merdeka.html